SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Selamat datang di blog saya. Blog ini saya buat sebagai sarana bagi konstituen untuk mengupdate kegiatan saya. Juga sebgai saran bagi kita untuk bertukar pikiran. Saya sangat mengharapkan komentar, saran juga tulisan dari anda semua, dimana pesan dapat diposting langsung di Web Message atau anda dapat meng-klik kata Comments yang tertera di bagian bawah kanan setiap artikel.

Saya mengharapkan adanya saran yang membangun khususnya mengenai daerah Kalimantan Tengah yang harus kita perjuangkan bersama kemajuannya. Terima kasih.


Hamdhani

Seminar "Accountability and Parliamentary Oversight" - Helsinki, Finland, 10 - 13 Nopember 2008

My Amazon Favorites

Presentasi FUNGSI DPD-RI dan AKUNTABILITAS PEMERINTAH DALAM MASYARAKAT

Kunjungan Kerja Senator Hamdhani ke Daerah tahun 2008

Sabtu, 22 November 2008

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA


Latar Belakang

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan Nopember 2001.

Parade bendera menjelang pembukaan Sidang Paripurna DPD – RI


Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari system unicameral menjadi bicameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masayarakat maupun di MPR RI, khusunya Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatuikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang berifat akademis, dengan mempelajari system pemerintahan yang berlaku di Negara-negara lain khususnya di Negara yang menganut paham demokrasi.




Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut terangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkanketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman kutuhan wilayah Negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsure Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.

Presiden Sby - sidang Paripurna DPD-RI Agustus 2008





Keanggotaan DPD RI

Keanggotaan DPD RI untuk pertama kalinya dipilih pada Pemilihan Umum Tahun 2004, tepatnya di bulan April., yaitu berjumlah 128 orang yangb terdiri atas 4 orang dari setiap provinsi pada sebanyak 32 provinsi. Propinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi termuda yang secara resmi berdiri pada bulan Juli 2004, belum terwakili secara tersendiri tetapi masih diwakili oleh anggota dari provinsi asalnya (sebelum pemekaran wilayah provinsi tersebut, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan) dan baru akan terwakilimelalui Pemilihan Umum legislative 2009 yang akan datang.

Sidang Paripurna DPD – RI


DPD RI memiliki kekhasan karena anggotanya merupakan wakil-wakil daerah dari setiap provinsi dan tidak ada pengelompokan anggota (semacam fraksi di DPR RI). Anggota DPD RI merupakan orang-orang independent yang bukan berasal dari partai politik, tetapi berasal dari berbagai latar belakang misalnya sebagai pengacara, guru, ulama, pengusaha, tokoh organisasi kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat, serta beberapa anggota DPD RI dengan latar belakang birokrat seperti mantan menteri, gubernur, bupati/walikota dan lain-lain.


Pimpinan DPD RI


Dari kiri ke kanan : La Ode Ida, Ginandjar Kartasasmita, Irman Gusman, pada sidang Paripurna DPD RI Agustus 2008



Ketua DPD – RI

Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita




Ginandjar Kartasasmita merupakan politisi senior Indoensia, dimana beliau pernah menjabat sebagai Menteri pertambangan dan Energi ( 1988 – 1993 ), Menteri Korodinasi bidang Ekonomi, Keuangan dan Industrio yang diembannya bersamaan dengan jabatannya sebagai Ketua Bappenas ( Maret – Mei 1998 ). Tahun 1999 - - 2004 beliau menjabata sebagai Wakil Ketua MPR – Ri dari fraksi Golkar. Ginandjar terpilih menjadi anggota DPD mewakili Propinsi Jawa Barat dalam Pemilu Legislatif 2004 untuk memilih anggota DPD dengan meraih suara terbanyak, yakni 1.869.767 (9,83%). Menurut pria kelahiran Bandung, 9 April 1941 yang juga doktor HC dari Universitas Takushoku, Tokyo (1994) ini, kehadiran DPD sangat penting dalam pembaruan sistem ketatanegaraan RI. Keberadaan DPD diharapkan dapat memperkuat lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi Indonesia sehingga lebih aspiratif dan berimbang antardaerah dan wilayah. Seiring itu pembentukan DPD akan memperkukuh checks and balances antara lembaga-lembaga negara dan antarlembaga perwakilan itu sendiri. "Sudah tentu pembentukan DPD juga dimaksudkan untuk memajukan proses demokratisasi, mempercepat proses pembangunan daerah, serta memperteguh ikatan daerah-daerah dalam bingkai NKRI ".


Wakil Ketua DPD RI

La Ode Ida, PhD


Hamdhani dan La Ode Ida



La Ode Ida adalah anggota DPD RI mewakili propinsi Sulawesi Tenggara. Dalam pemilu 2004 ia menempati urutan pertama dan menangguk sebanyak 154.367 suara (17.17%). Pria kelahiran Tobea, 12 Maret 1961 ini menyelesaikan studi S-1 di IKIP Jakarta (1981-1985), kemudian mengambil studi Leadership for Environment and Development Programme (setara S-2) yang diselenggarakan di Jakarta, di Costa Rica, dan Okinawa (1995-1997). Ia juga menyelesaikan program S-2 dan S-3 di UI Jakarta (1991-2002). Menurutnya DPD adalah wadah perjuangan aspirasi dan kepentingan daerah dalam proses pengambilan kebijakan di tingkat nasional. Selain itu lembaga ini juga sebagai wadah untuk memperjuangkan terselenggaranya pemerintahan nasional yang baik dan berorientasi pada daerah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, pelayanan publik dengan pemda yang bersih. Juga menjadi wadah baru yang perlu diciptakan pencitraannya yang bersih dan baik.


H. Irman Gusman, SE, MBA


Irman Gusman ( kanan ) , bersama dengan Thaksin Sinawatra dan Tanri Abeng pada acara IRIF ( Indonesian Regional Investment Forum ) Mei 2008

H. Irman Gusman, S.E., MBA dikenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah. Pria kelahiran Padang Panjang, 11 Februari 1962 ini Lulusan Master of Businees Administration University of Bridgeport, Connecticut, AS. Sebagai putra daerah, sebanyak 348.200 atau 17.59% suara masyarakat Sumatera Barat menempatkan Irman pada peringkat pertama dalam pemilihan Anggota DPD 5 Juli 2004 lalu. Bagi Irman, hidup bisa bahagia bila aktivitasnya bermanfaat bagi orang lain. Seperti semboyan hidup Irman yang selalu dipegang teguh, "sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia".


Pimpinan DPD- RI berfoto bersama Presiden Sby dan ibu, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ibu setelah Sidang Paripurna DPD RI Agustus 2008



Fungsi, Tugas, dan wewenang DPD RI

Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini.

Fungsi Legislasi

Tugas dan wewenang :
1. Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
2. Ikut membahas RUU

Bidang terkait :
1. Otonomi daerah
2. Hubungan pusat dan daerah
3. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah
4. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
5. Perimbangan keuangan pusat dan daerah


Hamdhani membacakan laporan pada Rapat Pleno DPD-RI Agustus 2008



Fungsi Pertimbangan

Tugas dan wewenang :
Memberikan pertimbangan kepada DPR

Bidang terkait :
1. RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2. RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
3. Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan

Fungsi Pengawasan

Tugas dan wewenang :
1. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
2. Menerima hasil pemeriksaan keuangan Negara yang dilakukan BPK

Bidang terkait :
1. Otonomi daerah
2. Hubungan pusat dan daerah
3. Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah
4. Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya
5. Perimbangan keuangan pusat dan daerah
6. Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN)
7. Pajak, pendidikan dan agama


Hamdhani menyerahkan laporan kepada Wakil Ketua La Ode Ida pada Rapat Pleno DPD-RI Agustus 2008




Hak dan Kewajiban Anggota DPD RI

Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

Hak anggota DPD RI :
1. Menyampaikan usul dan pendapa
2. Memilih dan dipilih
3. Membela diri
4. Imunitas
5. Protokoler
6. Keuangan dan administratif

Kewajiban anggota DPD RI :
1. Mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala perturan perundang-undangan.
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Mempertahankan dan memelihara kerukukan nasional dan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.
7. Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
9. Menaati kode etik dan Peraturan tata Tertib DPD
10. Menjaga etika dan norma adapt daerah yang diwakilinya.

Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandate rakyat kepada anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah


Alat Kelengkapan DPD RI

Sebagaimana lazimnya sebuah lembaga perwakilan, pembagian tugas dan kerja anggota DPD RI diatur dalam Peraturan Tata Tertib. Pembagian tugas di DPD RI tercermin dari alat-alat kelengkapan yang dimiliki, yaitu:

Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan yang bersifat kolektif yang terdiri dari satu orang ketua dan dua orang wakil ketua, Pimpinan DPD RI mencerminkan wilayah barat, tengah dan timur Indonesia yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna. Pimpinan DPD RI mempunyai tugas antara lain memimpin siding, menyusun rencana kerja, menjadi juru bicara DPD RI, serta melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPD RI.

DPD RI memiliki empat Panitia Ad Hoc yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Seluruh anggota, kecuali Pimpinan DPD RI, wajib bergabung ke dalam salah satu Panitia Ad Hoc.

Ruang lingkup tugas keempat Panitia Ad Hoc tersebut meliputi:
Panitia Ad Hoc I : Otonomi Daerah; Hubungan Pusat dan Daerah; Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daerah.
Panitia Ad Hoc II : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya
Panitia Ad Hoc III : Pendidikan dan Agama.
Panitia Ad Hoc IV : RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Memberikan Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan Anggota BPK, serta Pajak.

DPD RI juga memiliki alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung pelaksanaan tugas DPD RI, Yakni:
1. Badan Kehormatan yang bertugas antara lain menegakkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik Anggota DPD RI;
2. Panitia Musyawarah yang bertugas antara lain menyusun agenda persidangan DPD RI;
3. Pantia Perancang Undang-Undang yang bertugas antara lain merencanakan dan menyusun program Legislasi DPD RI;
4. Panitia Urusan Rumah Tangga yang bertugas antara lain membantu Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPD RI;
5. Panitia Kerja Sama Antar Lembaga Perwakilan yang bertugas antara lain membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama antara DPD RI dengan lembaga Negara sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral.

Apabila dipandang perlu DPD RI dapat membentuk alat kelengkapan berupa Panitia Khusus yang bersifat sementara dengan tugas tertentu yang diberikan oleh Sidang Paripurna.

Di samping alat kelengkapan tersebut DPD RI membentuk Kelompok Anggota DPD di MPR RI yang bertugas antara lain mengkoordinasikan kegiatan anggota DPD RI dan meningkatkan kemampuan kinerja DPD RI dalam lingkup sebagai Anggota MPR RI.


Penyerapan Aspirasi Masyarakat

Sebagai alat artikulasi kepentingan daerah maka penyerapan aspirasi merupakan kegiatan Anggota DPD RI yang paling penting. Dalam pelaksanaannya, penyerapan aspirasi masyarakat ini bisa dilakukan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung maupun tak langsung. Penyerapan aspirasi secara langsung dilakukan dalam berbagai kegiatan di daerah melalui dialog tatap muka, seminar atau lokakarya. Kegiatan yang dilakukan pada saat kunjungan kerja, baik pada masa siding maupun ketika anggota DPD RI memasuki masa kegiatan di daerah pemilihannya masing-masing (reses) pada intinya bertujuan untuk menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi masyarakat daerah.

Aspirasi masyarakat daerah harus diserap sebanyak-banyaknya setelah itu kemudian dipilah ke dalam tingkat prioritas persoalan, mulai dari persoalan yang paling urgen, yang harus segera ditindaklanjuti melalui mekanisme konstitusional sampai hal-hal yang lebih bersifat sekinder. Persolan-persoalan tersebut juga dapat dikategorikan berdasarkan tugas dan wewenang apakah merupakan subyek yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas legislative ataukah merupakan subyek yang menjadi kompetensi lembaga eksekutif.

Aspirasi masyarakat dari setiap daerah ini secara umum sangat beragam. Dari keberagaman inilah para wakil rakyat melihat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikelola secara sinergis. Sinergitas ini bukan saja antar daerah, tetapi juga antara strata daerah dengan strata nasional atau pusat. Oleh sebab itu, keberagaman inilah yang dijadikan pokok penentu sebuah kebijakan. Dengan demikian, pemerintah nasional di pusat tidak boleh selalu menetapkan kebijakan yang seragam terhadap seluruh daerah/provinsi; tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah/propinsi.


Sementara itu, mekanisme penyerapan aspirasi secara tidak langsung dilakukan melalui konsultasi dengan lembaga pemerintahan local (DPRD/Pemda). Dalam hal ini, DPD RI menampung aspirasi yang sudah disalurkan ke DPRD/Pemda. Mekanisme ini sebenarnya bisa dilakukan setiap saat dan tidak perlu menunggu reses ataupun kunjungan kerja. Model penyerapan tak langsung ini di samping lebih efisien juga dapat menguatkan kemitraan di daerah


Proses Penyaluran Aspirasi Masyarakat

Setelah para wakil daerah melakukan proses penyerapan aspirasi, tentu realisasi kongkret atau tindak lanjut atas berbagai persoalan daerah atau permasalahan rakyat di daerah sebagaimana dimaksud akan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Untuk itu aspirasi yang masuk harus mendapat perhatian serius dan diproses sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam hal ini ada tahapan yang meliputi:
1. Menyusun laporan hasil kunjungan kerja dalam bentuk resume aspirasi masyarakat yang telah dipisahkan berdasarkan persoalan masing-masing.

2. Melakukan identifikasi persoalan sehingga menjadi jelas dan spesifik.

3. Melakukan pemilahan atau kategorisasi berdasarkan tugas, kewenangan lembaga legislatif dan eksekutif, seperti:
a. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI sendiri.
b. Persoalan yang menjadi kewenangan DPRD dan Pemda Provinsi.
c. Persoalan yang menjadi kewenangan DPRD kabupaten/kota atau Pemda kabupaten/kota.
d. Persoalan yang diluar kewenangan DPD RI selanjutnya disampaikan melalui mekanisme rapat kerja di daerah yang disarakan atas skala prioritas persoalan.

4. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI kemudian dibawa ke Pusat untuk disusun bersama-sama anggota DPD RI provinsi masing-masing dan dipilah berdasarkan wilayah kerja PAH untuk dibawa kepada Sidang Paripurna. Laporan yang disampaikan pada paripurna kemudian disalurkan kepada PAH berdasarkan wilayah kerja masing-masing untuk dibahas bersama dengan pemerintah, dalam hal ini menteri atau LPND yang relevan dengan masing-masing persoalan.

5. Terkait dengan masukan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai peran ideal DPD ke depan dan peningkatan peran DPD RI dalam menjembatani hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang konstruktif dan sinergis, maka Kelompok DPD di MPR RI akan menyampaikan masukan tersebut kepada Pimpinan MPR RI untuk dapat diproses lebih lanjut.


Hasil Kerja DPD RI

Sejak pelantikan Anggota DPD RI tanggal 1 Oktober 2004 hingga sekarang, meskipun sebagai lembaga baru, DPD RI telah ikut mewarnai kehidupan berdemokrasi di Indonesia dengan mengambil bagian dalam upaya mengatasi berbagai persoalan bangsa.

Di awal kelahiran DPD RI, para Anggota DPD RI telah membangun kesetaraan sebagai lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga perwakilan lainnya (DPR RI) melalui penempatan dua orang wakilnya untuk duduk sebagai Pimpinan MPR RI.

Dalam masa tugas yang relatif singkat itu, DPD RI telah pula mewarnai wacana dan merespons berbagai permasalahan yang timbul di daerah-daerah, antara lain : bencana alam; penanganan daerah konflik, rawan konflik, dan pasca konflik; pengembangan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan serta pengangan masalah illegal logging, illegal fishing, illegal trading, illegal mining, serta kegiatan ekonomi lintas batas; masalah pelaksanaan Pilkada di berbagai provinsi; masalah busung lapar dan gizi buruk, masalah kenaikan harga BBM dan kebijakan dana kompensasinya; serta masalah pendidikan.


Penguatan Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD RI

Konstitusi memberikan peran yang terbatas dan tidak utuh kepada DPD RI sebagaimana diatur dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. DPD RI memiliki legitimasi sangat tinggi berdasarkan pemilihan secara langsung oleh rakyat yang disertai dengan harapan-harapan besar dari rakyat kepadanya. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan bagi DPD RI untuk memiliki kewenangan formal yang tinggi pula. Pada kenyataannya, kewenangan formal DPD RI sangat terbatas atau sifat formalitasnya relative rendah. Bukan hanya memiliki kewenangan yangb terbatas menurut konstitusi, ruang gerak DPD RI bahkan lebih terbatas lagi dengan pengaturan fungsi, tugas, dan wewenangnya dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dasar, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Sususnan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam rangka menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dan jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi yang mengatur pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan membangun system Check and balances, maka perlu peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Dasar 1945, khususnya yang berkaitan dengan pasal mengenai DPD RI.

Latar belakang pembentukan DPD RI sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2004 tentang Laporan Badan Pekerja MPR RI mengenai Hasil Kajian Komisi Konstitusi tentang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa keberadaan DPD RI dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah; meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah-daerah; mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang.

Latar belakang pembentukan DPD RI tersebut tidak sepenuhnya tercermin dan terjabarkan dalam ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dengan tugas dan wewenang yang terbatas, tidak mungkin DPD RI dapat mewujudkan maksud dan tujuan pembentukannya. SElain itu, sulit bagi anggota DPD RI untuk mempertanggungjawabkan secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

Pada prinsipnya system perwakilan bikameral, sekalipun bersifat lunak, didasarkan kepada pemikiran checks and balances antara dua lembaga legislatif dalam melahirkan undang-undang, anggaran, dan pengawasan. Jadi dalam hal ini, prinsip checks and balances tidak hanya diarahkan dalam hubungan eksekutif (Presiden) dengan legislative, tetapi juga antara sesame lembaga legislative (DPR dan DPD).
Dapat dipahami bila kewenangan DPD RI dibatasi hanya pada bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah, karena hal ini ssuai dengan maksud dibentuknya DPD RI. Diabaikannya kepentingan daerah selama ini menyebabkan banyak daerah yang sangat tertinggal dan diantaranya secara terang-terangan menuntut pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, dibentuknya satu lembaga perwakilanyang khusus memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan daerah akan lebih memacu pembangunan daerah yang adil dan merata.

Sehubungan dengan itu, untuk mengefektifkan posisi DPD RI dalam memperjuangkan kepentingan daerah, serta dalam rangka meningkatkan peran DPD RI dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia khususnya dalam mengembangkan system checks and balances antar lembaga Negara, maka pada tanggal 8 Juni 2006 DPD RI mengajukan ususl perubahan ketentuan Pasal 22D Undang-Undang dasar 1945. Secara konstitusional perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ini dimungkinkan sebagaimana ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Ususl perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR”.
Materi ususl perubahan Undang-Undang Dasar 1945 didasrakan pada hasil kajian Komisi Konstitusi yang dibentuk oleh MPR RI periode 1999-2004. Selain itu, DPD RI juga mengusulkan untuk meningkatkan perannya dalam bidang pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu yang menjadi bidang kewenangan DPD RI.
Selengkapnya rumusan ususl perubahan pasal 22D Undang-Undang Sadar 1945 adalah sebagai berikut:
Usul Perubahan Pasal 22D UUD 1945
1. Ayat (2) diusulkan untuk diubah sehingga berbunyi:
(2) Dewan Perwakilan Daerah dapat menyetujui atau menolak rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolalaan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

2. Setelah ayat (2) ditambahkan ayat (3) baru, yaitu:
(3) Jika Dewan Perwakilan Daerah menolak rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa siding Dewan Perwakilan Rakyat berikutnya.

3. Ayat (3) lama menjadi ayat (4) dengan perubahan sehingga berbunyi:
(4) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolalaan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

4. Ayat (4) lama menjadi ayat (5), yang berbunyi:
(5) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang

Tidak ada komentar: