SELAMAT DATANG DI BLOG SAYA

Selamat datang di blog saya. Blog ini saya buat sebagai sarana bagi konstituen untuk mengupdate kegiatan saya. Juga sebgai saran bagi kita untuk bertukar pikiran. Saya sangat mengharapkan komentar, saran juga tulisan dari anda semua, dimana pesan dapat diposting langsung di Web Message atau anda dapat meng-klik kata Comments yang tertera di bagian bawah kanan setiap artikel.

Saya mengharapkan adanya saran yang membangun khususnya mengenai daerah Kalimantan Tengah yang harus kita perjuangkan bersama kemajuannya. Terima kasih.


Hamdhani

Seminar "Accountability and Parliamentary Oversight" - Helsinki, Finland, 10 - 13 Nopember 2008

My Amazon Favorites

Presentasi FUNGSI DPD-RI dan AKUNTABILITAS PEMERINTAH DALAM MASYARAKAT

Kunjungan Kerja Senator Hamdhani ke Daerah tahun 2008

Selasa, 25 November 2008

GERAKAN SOLIDARITAS KEBANGKITAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA ( TATA KTI )

LATAR BELAKANG

Dilandasi semangat persatuan dan eksatuan bangsa di dalam memperingati 100 tahun nasional 20 Mei 2008, sejumlah tokoh KTI ( Kawawsan Timur Indonesia ) di Jakarta mengajak masyarakat yang peduli dengan NKRI mendukung GERAKAN SOLIDARITAS KEBANGKITAN EKONOMI KAWASAN TIMUR INDONESIA atau TATA KTI, sebagai sarana perjuangan percepatanpembangunan KTI yang selama ini menggunakan pendekatanm Cost benefit Ratioberdasarkan jumlah penduduk suatuwilayah, menjadi paradigma baru : Pembangunan yang berorientasi kepada luas wilayah dan potensi Sumber Daya Alam.

Pada masa Presiden BJ Habibie ( 1998 – 1999 ) ada Dewan Pengembangan Kawasan Timur Indonesia( DP KTI ), di masa pemerintahan Gus Dur – megawati ( 1999 – 2002 )dibentuk Menteri muda Percepatan PembangunanKTI, di masaPresiden Megawati – Hamzah Haz ( 2002 – 2004 ) ditingkatkanmenjadi Menteri negara Percepatan Pembangunan KTI, namun di masa Presiden SBY – JK ( 2004 – 2009 )malahan dihapus dan digantgi menjadi Menteri Negara Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal.

Percepatan Pembangunan KTI semakin rumit dan kehilangan fokus. Oleh karena itu TATA KTI akan menggalang dukungan seluruh bangsa Indoensia pada Pemilu Legislatif dan Pilpres 2009 hanya memilih pemimpin yang sungguh – sungguh mau membangun Indonesia dengan mengikutsertakan KTI melalui perubahan strategi kebijakan pembangunan nasional, dimana peran anggota DPR, DPD, parpol dan presiden yang akan datang sangat menentukan.

Pemimpin Indonesia abad 21 harus memiliki visi yang jauh ke depan dan mampu menangkap gerak laju negara – negara Kawasan Asia Timur yang membutuhkan sumber daya dan pasar yang ada di KTI.


SEKILAS TENTANG KTI

Visi : We Grow Together ( Kita Tumbuh Bersama )
Misi : Menciptakan keseimbangan dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional.

Dideklarasikan : 18 Juni 2008 di gedung DPD RI

Tujuan :
Mempercepat akselerasi pembangunan ekonomi KTI terutama di bidang pertanian / pangan, energi, infrastruktur, dan pariwisata guna mewujudkan ketahanan ekonomi nasional dalam rangka keutuhan NKRI.

Permasalahan :
1. Keterbelakangan dalam segala bidang yang masih menjadi kenyataan di KTI yang dapat berimbas kepada KBI.
2. Kebijakan pemerintah yang belum bersungguh – sungguh membuka peluang dan mendorong pembangunan ekonomi dan pengelolaan SDA di KTI.

Strategi Gerakan :
.Melalui Gerakan Solidaritas Kebangkitan Ekonomi KTI melakukan gerakan simultan sbb :
1. Mendesak pemerintah melakukan perubahan strategi kebijakan dan desain kelembagaan
( institutional design ) yang melindungi dan mengedepankan reaolsiasi hak – hak dasar
rakyat, terutama di bidang pengelolaan dan pengolahan komoditas strategis KTI berdasarkan
konstitusi untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin dan keseimbangan lintas kawasan.

2. Mengupayakan dialog intensif bersifat strategis dengan Presiden RI dan Pimpinan
lembaga tinggi negara ( DPR, DPD, dll ) serta peemrintah propinsi dan kabupaten /
kota.

3. Menggelar Public Expose melalui serangkaian kegiatan berbentuks eminar, diskusi,
road show dan eksibisi.

Program :
1. Memperjuangkan percepatan realisasi pelaksanaan proyek – proyek pembangunan dan pengembangan komoditas strategis di bidang energi, pangan, kelautan, pertambangan, pariwisata dan infrastruktur.

2. Memperjuangkan peninjauan kembali kontrak kerja pertambangan dengan investor asing yang sedang berjalan agar memberi manfaat kepada KTI.

3. Memperjuangkan pemantapan peran KTI sebagai kawasan pertumbuhan baru di Asia Pasifik dalam rangka menghadapi globalisasi.

Pesan Budaya
Dengan program kerja gerakan tsb di atas, diharapkan timbul rasa kebersamaan yang mengutamakan keberhasilan bersama demi keutuhan NKRI.


KONDISI KTI

Hingga tahun 2008, khususnya dalam kaitan pembangunan KTI,belum ada perubahan secara signifikan terhadap struktur ekonomi antara KTI dan KBI ( Kawasan Barat Indonesia ) termasuk tingkat pertumbuhan ekonominya.Bahkan kabupaten di KTI sekarang termasuk Daerah Tertinggal ( DT ) rata – rata mengalami tingkat eprtumbuhan ekonomi lebih rendahdaripada kabupaten / kota Non DT di KTI, kecuali kabupatenDT KTI di Propinsi Kalimantan Timur. Jika trendini berkelanjutan berarti bahwakabupaten DT di KTI akan mengalami tingkat pertumbuhan yangsemakin mkenurun, secara ekonomi berarti terjadi incremental growth yang secara ratio lebih rendah di KTI. Kondisi ini membenarkan data yang adapada tahun 1970 an, bahwa KTImemilikin income perkapita lebih besar sekitar 20 – 30% dari income perkapita rata – rata secara nasional, yangs elama 3 – 4 dekade terakhir mengalami penurunan secara terus menerus, sheingga mencapai posisi yang lebih rendahmenjadi 13 – 60% dari rata – rata nasional. Untuk mengejar setengah ketertinggalan tsb dibutuhkan waktu 20 – 40 tahun membangunKTI tanpa membangun KBI.

Pada tahun 2002, DP – KTI dan Kementerian PPKTI mengemukakan kondisi KTI pada wsaat itu, yaitu KTI terdiri dari beberapa pulau dan kepulauan dengan luas wilayah daratan 1.293.215 km2atau 67,91% dari seluruh wilayah Indonesia. KTI mempunyai daerah yang berbatasan dengan 11 negara tetangga, sementara sarana dan instrumen pengelolaan potensi daerah sangat terbatas.Jumlah penduduk di KTI 35.195.900 jiwa ( data 1999 ) atau 20,04% penduduk Indonesia. Kepadatan penduduk sekitar 29 jiwa per km2. Kualitas SDM di bawah rata – rata nasional. Secara keseluruhan kondisib perekomomian KTI lebih rendah dibandingkan dengan KBI, baik PDRB, income perkapita, porsi investasi, porsi ekspor, sedangkan potensi SDA sangat besar, dimana 81,2% total cadangan bahan tambang Indoensia ada di KTI. Demikian juga potensi hutan, pertanian, sumber daya kelautan.

DEKLARATOR TATA KTI

1. H. Zainal Bintang – Sulsel
2. Laode Ida – Sultra
3. M. Hatta Taliwang – NTB
4. Iskandar A. Nuhung – Sulsel
5. Hamdhani – Kalteng
6. Freddy Roeroe – Sulut
7. Andi Suruji – Sulsel
8. Abdullah Kadir Husain DH – Papua Barat
9. Ray Sahetapy – Sulteng
10. Yoseph Tahir Ma’ruf – Gorontalo
11. Polycarpus da Lopez – NTT
12. Theo. L. Sambuaga – Sulut
13. Noldy Tuerah – Sulut
14. Manuel Kaisiepo – Papua
15. Jeffrey Rawis – Sulut
16. Betsy Bauty – Gorontalo
17. Boy R. Sompotan – Sulut
18. Benny K. Harman – NTT
19. Achmad Latief Alwy - Sulsel
20. Fadlan Wahana – Sulsel
21. Servas – NTT
22. J.E. Najoan – Sulut
23. Laode Sufrie – Sultra
24. Rasyid Abdullah – Sulsel
25. Alosyah – Sultra
26. Rany W – Sulut
27. Yusuf Hasani – Maluku
28. Malebudu – Sultra
29.Boeli Londa – Sulut
30. Marhany VP. Pua – Sulut
31. Luther kOmbong – Kaltim
32. Alexius Marianus Adu SH – NTT
33. Ikhwan Azis – Sulsel
34. AR Maklim – Sulsel
35. Faedal Yuri B – Sulsel
36. Natsir Mansyur – Sulsel
37. Kun Aliman MH - Sulsel

Sekretariat TATA KTI

Head Office : PURI EXCIS
Jl RP Soeroso 27J Gondangdia = Menteng, Jakarta 10330
Tel / fax : 021- 3900168
Email : tata.kti16@gmail.com

Sabtu, 22 November 2008

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA


Latar Belakang

Sejalan dengan tuntutan demokrasi guna memenuhi rasa keadilan masyarakat di daerah, memperluas serta meningkatkan semangat dan kapasitas partisipasi daerah dalam kehidupan nasional; serta untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka dalam rangka pembaharuan konstitusi, MPR RI membentuk sebuah lembaga perwakilan baru, yakni Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI). Pembentukan DPD RI ini dilakukan melalui perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) pada bulan Nopember 2001.

Parade bendera menjelang pembukaan Sidang Paripurna DPD – RI


Sejak perubahan itu, maka sistem perwakilan dan parlemen di Indonesia berubah dari system unicameral menjadi bicameral. Perubahan tersebut tidak terjadi seketika, tetapi melalui tahap pembahasan yang cukup panjang baik di masayarakat maupun di MPR RI, khusunya Panitia Ad Hoc I. Proses perubahan di MPR RI selain memperhatuikan tuntutan politik dan pandangan-pandangan yang berkembang bersama reformasi, juga melibatkan pembahasan yang berifat akademis, dengan mempelajari system pemerintahan yang berlaku di Negara-negara lain khususnya di Negara yang menganut paham demokrasi.




Dalam proses pembahasan tersebut, berkembang kuat pandangan tentang perlu adanya lembaga yang dapat mewakili kepentingan-kepentingan daerah, serta untuk menjaga keseimbangan antar daerah dan antara pusat dengan daerah, secara adil dan serasi. Gagasan dasar pembentukan DPD RI adalah keinginan untuk lebih mengakomodasi aspirasi daerah dalam proses pengambilan keputusan politik untuk hal-hal terutama yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah. Keinginan tersebut terangkat dari indikasi yang nyata bahwa pengambilan keputusan yang bersifat sentralistik pada masa lalu ternyata telah mengakibatkanketimpangan dan rasa ketidakadilan, dan diantaranya juga memberi indikasi ancaman kutuhan wilayah Negara dan persatuan nasional. Keberadaan unsure Utusan Daerah dalam keanggotaan MPR RI selama ini (sebelum dilakukan perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945) dianggap tidak memadai untuk menjawab tantangan-tantangan tersebut.

Presiden Sby - sidang Paripurna DPD-RI Agustus 2008





Keanggotaan DPD RI

Keanggotaan DPD RI untuk pertama kalinya dipilih pada Pemilihan Umum Tahun 2004, tepatnya di bulan April., yaitu berjumlah 128 orang yangb terdiri atas 4 orang dari setiap provinsi pada sebanyak 32 provinsi. Propinsi Sulawesi Barat sebagai provinsi termuda yang secara resmi berdiri pada bulan Juli 2004, belum terwakili secara tersendiri tetapi masih diwakili oleh anggota dari provinsi asalnya (sebelum pemekaran wilayah provinsi tersebut, yaitu Provinsi Sulawesi Selatan) dan baru akan terwakilimelalui Pemilihan Umum legislative 2009 yang akan datang.

Sidang Paripurna DPD – RI


DPD RI memiliki kekhasan karena anggotanya merupakan wakil-wakil daerah dari setiap provinsi dan tidak ada pengelompokan anggota (semacam fraksi di DPR RI). Anggota DPD RI merupakan orang-orang independent yang bukan berasal dari partai politik, tetapi berasal dari berbagai latar belakang misalnya sebagai pengacara, guru, ulama, pengusaha, tokoh organisasi kemasyarakatan atau Lembaga Swadaya Masyarakat, serta beberapa anggota DPD RI dengan latar belakang birokrat seperti mantan menteri, gubernur, bupati/walikota dan lain-lain.


Pimpinan DPD RI


Dari kiri ke kanan : La Ode Ida, Ginandjar Kartasasmita, Irman Gusman, pada sidang Paripurna DPD RI Agustus 2008



Ketua DPD – RI

Prof. Dr. Ir. H. Ginandjar Kartasasmita




Ginandjar Kartasasmita merupakan politisi senior Indoensia, dimana beliau pernah menjabat sebagai Menteri pertambangan dan Energi ( 1988 – 1993 ), Menteri Korodinasi bidang Ekonomi, Keuangan dan Industrio yang diembannya bersamaan dengan jabatannya sebagai Ketua Bappenas ( Maret – Mei 1998 ). Tahun 1999 - - 2004 beliau menjabata sebagai Wakil Ketua MPR – Ri dari fraksi Golkar. Ginandjar terpilih menjadi anggota DPD mewakili Propinsi Jawa Barat dalam Pemilu Legislatif 2004 untuk memilih anggota DPD dengan meraih suara terbanyak, yakni 1.869.767 (9,83%). Menurut pria kelahiran Bandung, 9 April 1941 yang juga doktor HC dari Universitas Takushoku, Tokyo (1994) ini, kehadiran DPD sangat penting dalam pembaruan sistem ketatanegaraan RI. Keberadaan DPD diharapkan dapat memperkuat lembaga perwakilan dalam sistem demokrasi Indonesia sehingga lebih aspiratif dan berimbang antardaerah dan wilayah. Seiring itu pembentukan DPD akan memperkukuh checks and balances antara lembaga-lembaga negara dan antarlembaga perwakilan itu sendiri. "Sudah tentu pembentukan DPD juga dimaksudkan untuk memajukan proses demokratisasi, mempercepat proses pembangunan daerah, serta memperteguh ikatan daerah-daerah dalam bingkai NKRI ".


Wakil Ketua DPD RI

La Ode Ida, PhD


Hamdhani dan La Ode Ida



La Ode Ida adalah anggota DPD RI mewakili propinsi Sulawesi Tenggara. Dalam pemilu 2004 ia menempati urutan pertama dan menangguk sebanyak 154.367 suara (17.17%). Pria kelahiran Tobea, 12 Maret 1961 ini menyelesaikan studi S-1 di IKIP Jakarta (1981-1985), kemudian mengambil studi Leadership for Environment and Development Programme (setara S-2) yang diselenggarakan di Jakarta, di Costa Rica, dan Okinawa (1995-1997). Ia juga menyelesaikan program S-2 dan S-3 di UI Jakarta (1991-2002). Menurutnya DPD adalah wadah perjuangan aspirasi dan kepentingan daerah dalam proses pengambilan kebijakan di tingkat nasional. Selain itu lembaga ini juga sebagai wadah untuk memperjuangkan terselenggaranya pemerintahan nasional yang baik dan berorientasi pada daerah untuk peningkatan kesejahteraan rakyat, pelayanan publik dengan pemda yang bersih. Juga menjadi wadah baru yang perlu diciptakan pencitraannya yang bersih dan baik.


H. Irman Gusman, SE, MBA


Irman Gusman ( kanan ) , bersama dengan Thaksin Sinawatra dan Tanri Abeng pada acara IRIF ( Indonesian Regional Investment Forum ) Mei 2008

H. Irman Gusman, S.E., MBA dikenal sebagai salah satu tokoh Muhammadiyah. Pria kelahiran Padang Panjang, 11 Februari 1962 ini Lulusan Master of Businees Administration University of Bridgeport, Connecticut, AS. Sebagai putra daerah, sebanyak 348.200 atau 17.59% suara masyarakat Sumatera Barat menempatkan Irman pada peringkat pertama dalam pemilihan Anggota DPD 5 Juli 2004 lalu. Bagi Irman, hidup bisa bahagia bila aktivitasnya bermanfaat bagi orang lain. Seperti semboyan hidup Irman yang selalu dipegang teguh, "sebaik-baik manusia adalah mereka yang memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia".


Pimpinan DPD- RI berfoto bersama Presiden Sby dan ibu, serta Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ibu setelah Sidang Paripurna DPD RI Agustus 2008



Fungsi, Tugas, dan wewenang DPD RI

Sesuai dengan konstitusi, format representasi DPD RI dibagi menjadi fungsi legislasi, pertimbangan dan pengawasan pada bidang-bidang terkait sebagaimana berikut ini.

Fungsi Legislasi

Tugas dan wewenang :
1. Dapat mengajukan rancangan undang-undang (RUU) kepada DPR
2. Ikut membahas RUU

Bidang terkait :
1. Otonomi daerah
2. Hubungan pusat dan daerah
3. Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah
4. Pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya
5. Perimbangan keuangan pusat dan daerah


Hamdhani membacakan laporan pada Rapat Pleno DPD-RI Agustus 2008



Fungsi Pertimbangan

Tugas dan wewenang :
Memberikan pertimbangan kepada DPR

Bidang terkait :
1. RUU Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
2. RUU yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama
3. Pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan

Fungsi Pengawasan

Tugas dan wewenang :
1. Dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan menyampaikan hasil pengawasannya kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti
2. Menerima hasil pemeriksaan keuangan Negara yang dilakukan BPK

Bidang terkait :
1. Otonomi daerah
2. Hubungan pusat dan daerah
3. Pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah
4. Pengelolaan sumberdaya alam serta sumberdaya ekonomi lainnya
5. Perimbangan keuangan pusat dan daerah
6. Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara (APBN)
7. Pajak, pendidikan dan agama


Hamdhani menyerahkan laporan kepada Wakil Ketua La Ode Ida pada Rapat Pleno DPD-RI Agustus 2008




Hak dan Kewajiban Anggota DPD RI

Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD bahwa anggota DPD mempunyai hak dan kewajiban sebagai berikut:

Hak anggota DPD RI :
1. Menyampaikan usul dan pendapa
2. Memilih dan dipilih
3. Membela diri
4. Imunitas
5. Protokoler
6. Keuangan dan administratif

Kewajiban anggota DPD RI :
1. Mengamalkan Pancasila;
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala perturan perundang-undangan.
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
4. Mempertahankan dan memelihara kerukukan nasional dan keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia.
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat.
6. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan daerah.
7. Mendahulukan kepentingan Negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan.
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.
9. Menaati kode etik dan Peraturan tata Tertib DPD
10. Menjaga etika dan norma adapt daerah yang diwakilinya.

Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi politik Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan pengawasan yang dicirikan oleh sifat mandatnya dari rakyat pemilih yaitu sifat “otoritatif” atau mandate rakyat kepada anggota; di samping itu ciri sifat ikatan atau “binding” yaitu ciri melekatnya pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah


Alat Kelengkapan DPD RI

Sebagaimana lazimnya sebuah lembaga perwakilan, pembagian tugas dan kerja anggota DPD RI diatur dalam Peraturan Tata Tertib. Pembagian tugas di DPD RI tercermin dari alat-alat kelengkapan yang dimiliki, yaitu:

Pimpinan DPD RI, merupakan kesatuan yang bersifat kolektif yang terdiri dari satu orang ketua dan dua orang wakil ketua, Pimpinan DPD RI mencerminkan wilayah barat, tengah dan timur Indonesia yang dipilih dari dan oleh Anggota DPD RI dalam Sidang Paripurna. Pimpinan DPD RI mempunyai tugas antara lain memimpin siding, menyusun rencana kerja, menjadi juru bicara DPD RI, serta melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPD RI.

DPD RI memiliki empat Panitia Ad Hoc yang ruang lingkup tugasnya mencakup bidang legislasi, pertimbangan dan pengawasan. Seluruh anggota, kecuali Pimpinan DPD RI, wajib bergabung ke dalam salah satu Panitia Ad Hoc.

Ruang lingkup tugas keempat Panitia Ad Hoc tersebut meliputi:
Panitia Ad Hoc I : Otonomi Daerah; Hubungan Pusat dan Daerah; Pembentukan, Pemekaran dan Penggabungan Daerah.
Panitia Ad Hoc II : Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Ekonomi lainnya
Panitia Ad Hoc III : Pendidikan dan Agama.
Panitia Ad Hoc IV : RAPBN, Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, Memberikan Pertimbangan Hasil Pemeriksaan Keuangan Negara dan Pemilihan Anggota BPK, serta Pajak.

DPD RI juga memiliki alat kelengkapan yang secara fungsional mendukung pelaksanaan tugas DPD RI, Yakni:
1. Badan Kehormatan yang bertugas antara lain menegakkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik Anggota DPD RI;
2. Panitia Musyawarah yang bertugas antara lain menyusun agenda persidangan DPD RI;
3. Pantia Perancang Undang-Undang yang bertugas antara lain merencanakan dan menyusun program Legislasi DPD RI;
4. Panitia Urusan Rumah Tangga yang bertugas antara lain membantu Pimpinan DPD RI dalam menentukan kebijakan kerumahtanggaan DPD RI;
5. Panitia Kerja Sama Antar Lembaga Perwakilan yang bertugas antara lain membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerjasama antara DPD RI dengan lembaga Negara sejenis, baik secara bilateral maupun multilateral.

Apabila dipandang perlu DPD RI dapat membentuk alat kelengkapan berupa Panitia Khusus yang bersifat sementara dengan tugas tertentu yang diberikan oleh Sidang Paripurna.

Di samping alat kelengkapan tersebut DPD RI membentuk Kelompok Anggota DPD di MPR RI yang bertugas antara lain mengkoordinasikan kegiatan anggota DPD RI dan meningkatkan kemampuan kinerja DPD RI dalam lingkup sebagai Anggota MPR RI.


Penyerapan Aspirasi Masyarakat

Sebagai alat artikulasi kepentingan daerah maka penyerapan aspirasi merupakan kegiatan Anggota DPD RI yang paling penting. Dalam pelaksanaannya, penyerapan aspirasi masyarakat ini bisa dilakukan dalam dua bentuk, yaitu secara langsung maupun tak langsung. Penyerapan aspirasi secara langsung dilakukan dalam berbagai kegiatan di daerah melalui dialog tatap muka, seminar atau lokakarya. Kegiatan yang dilakukan pada saat kunjungan kerja, baik pada masa siding maupun ketika anggota DPD RI memasuki masa kegiatan di daerah pemilihannya masing-masing (reses) pada intinya bertujuan untuk menyerap, menghimpun, dan menampung aspirasi masyarakat daerah.

Aspirasi masyarakat daerah harus diserap sebanyak-banyaknya setelah itu kemudian dipilah ke dalam tingkat prioritas persoalan, mulai dari persoalan yang paling urgen, yang harus segera ditindaklanjuti melalui mekanisme konstitusional sampai hal-hal yang lebih bersifat sekinder. Persolan-persoalan tersebut juga dapat dikategorikan berdasarkan tugas dan wewenang apakah merupakan subyek yang berkaitan dengan ruang lingkup tugas legislative ataukah merupakan subyek yang menjadi kompetensi lembaga eksekutif.

Aspirasi masyarakat dari setiap daerah ini secara umum sangat beragam. Dari keberagaman inilah para wakil rakyat melihat kebutuhan-kebutuhan yang dapat dikelola secara sinergis. Sinergitas ini bukan saja antar daerah, tetapi juga antara strata daerah dengan strata nasional atau pusat. Oleh sebab itu, keberagaman inilah yang dijadikan pokok penentu sebuah kebijakan. Dengan demikian, pemerintah nasional di pusat tidak boleh selalu menetapkan kebijakan yang seragam terhadap seluruh daerah/provinsi; tetapi harus disesuaikan dengan kebutuhan daerah/propinsi.


Sementara itu, mekanisme penyerapan aspirasi secara tidak langsung dilakukan melalui konsultasi dengan lembaga pemerintahan local (DPRD/Pemda). Dalam hal ini, DPD RI menampung aspirasi yang sudah disalurkan ke DPRD/Pemda. Mekanisme ini sebenarnya bisa dilakukan setiap saat dan tidak perlu menunggu reses ataupun kunjungan kerja. Model penyerapan tak langsung ini di samping lebih efisien juga dapat menguatkan kemitraan di daerah


Proses Penyaluran Aspirasi Masyarakat

Setelah para wakil daerah melakukan proses penyerapan aspirasi, tentu realisasi kongkret atau tindak lanjut atas berbagai persoalan daerah atau permasalahan rakyat di daerah sebagaimana dimaksud akan ditunggu-tunggu oleh masyarakat. Untuk itu aspirasi yang masuk harus mendapat perhatian serius dan diproses sesuai dengan mekanisme yang telah ditetapkan. Dalam hal ini ada tahapan yang meliputi:
1. Menyusun laporan hasil kunjungan kerja dalam bentuk resume aspirasi masyarakat yang telah dipisahkan berdasarkan persoalan masing-masing.

2. Melakukan identifikasi persoalan sehingga menjadi jelas dan spesifik.

3. Melakukan pemilahan atau kategorisasi berdasarkan tugas, kewenangan lembaga legislatif dan eksekutif, seperti:
a. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI sendiri.
b. Persoalan yang menjadi kewenangan DPRD dan Pemda Provinsi.
c. Persoalan yang menjadi kewenangan DPRD kabupaten/kota atau Pemda kabupaten/kota.
d. Persoalan yang diluar kewenangan DPD RI selanjutnya disampaikan melalui mekanisme rapat kerja di daerah yang disarakan atas skala prioritas persoalan.

4. Persoalan yang menjadi kewenangan DPD RI kemudian dibawa ke Pusat untuk disusun bersama-sama anggota DPD RI provinsi masing-masing dan dipilah berdasarkan wilayah kerja PAH untuk dibawa kepada Sidang Paripurna. Laporan yang disampaikan pada paripurna kemudian disalurkan kepada PAH berdasarkan wilayah kerja masing-masing untuk dibahas bersama dengan pemerintah, dalam hal ini menteri atau LPND yang relevan dengan masing-masing persoalan.

5. Terkait dengan masukan dari berbagai kalangan masyarakat mengenai peran ideal DPD ke depan dan peningkatan peran DPD RI dalam menjembatani hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah yang konstruktif dan sinergis, maka Kelompok DPD di MPR RI akan menyampaikan masukan tersebut kepada Pimpinan MPR RI untuk dapat diproses lebih lanjut.


Hasil Kerja DPD RI

Sejak pelantikan Anggota DPD RI tanggal 1 Oktober 2004 hingga sekarang, meskipun sebagai lembaga baru, DPD RI telah ikut mewarnai kehidupan berdemokrasi di Indonesia dengan mengambil bagian dalam upaya mengatasi berbagai persoalan bangsa.

Di awal kelahiran DPD RI, para Anggota DPD RI telah membangun kesetaraan sebagai lembaga perwakilan yang sederajat dengan lembaga perwakilan lainnya (DPR RI) melalui penempatan dua orang wakilnya untuk duduk sebagai Pimpinan MPR RI.

Dalam masa tugas yang relatif singkat itu, DPD RI telah pula mewarnai wacana dan merespons berbagai permasalahan yang timbul di daerah-daerah, antara lain : bencana alam; penanganan daerah konflik, rawan konflik, dan pasca konflik; pengembangan wilayah tertinggal dan wilayah perbatasan serta pengangan masalah illegal logging, illegal fishing, illegal trading, illegal mining, serta kegiatan ekonomi lintas batas; masalah pelaksanaan Pilkada di berbagai provinsi; masalah busung lapar dan gizi buruk, masalah kenaikan harga BBM dan kebijakan dana kompensasinya; serta masalah pendidikan.


Penguatan Fungsi, Tugas, dan Wewenang DPD RI

Konstitusi memberikan peran yang terbatas dan tidak utuh kepada DPD RI sebagaimana diatur dalam Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. DPD RI memiliki legitimasi sangat tinggi berdasarkan pemilihan secara langsung oleh rakyat yang disertai dengan harapan-harapan besar dari rakyat kepadanya. Hal ini menunjukkan adanya kebutuhan bagi DPD RI untuk memiliki kewenangan formal yang tinggi pula. Pada kenyataannya, kewenangan formal DPD RI sangat terbatas atau sifat formalitasnya relative rendah. Bukan hanya memiliki kewenangan yangb terbatas menurut konstitusi, ruang gerak DPD RI bahkan lebih terbatas lagi dengan pengaturan fungsi, tugas, dan wewenangnya dalam peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dasar, yakni Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 tentang Sususnan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

Dalam rangka menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan Negara dan jaminan pelaksanaan kedaulatan rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi yang mengatur pembagian kekuasaan yang lebih tegas dengan membangun system Check and balances, maka perlu peninjauan kembali terhadap Undang-Undang Dasar 1945, khususnya yang berkaitan dengan pasal mengenai DPD RI.

Latar belakang pembentukan DPD RI sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan MPR Nomor 4/MPR/2004 tentang Laporan Badan Pekerja MPR RI mengenai Hasil Kajian Komisi Konstitusi tentang Perubahan Undang-Undang Dasar 1945, menegaskan bahwa keberadaan DPD RI dalam struktur ketatanegaraan Indonesia itu antara lain dimaksudkan untuk memperkuat ikatan daerah-daerah dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan memperteguh persatuan kebangsaan seluruh daerah-daerah; meningkatkan agregasi dan akomodasi aspirasi dan kepentingan daerah-daerah dalam perumusan kebijakan nasional berkaitan dengan Negara dan daerah-daerah; mendorong percepatan demokrasi, pembangunan dan kemajuan daerah-daerah secara serasi dan seimbang.

Latar belakang pembentukan DPD RI tersebut tidak sepenuhnya tercermin dan terjabarkan dalam ketentuan Pasal 22D Undang-Undang Dasar 1945. Dengan tugas dan wewenang yang terbatas, tidak mungkin DPD RI dapat mewujudkan maksud dan tujuan pembentukannya. SElain itu, sulit bagi anggota DPD RI untuk mempertanggungjawabkan secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

Pada prinsipnya system perwakilan bikameral, sekalipun bersifat lunak, didasarkan kepada pemikiran checks and balances antara dua lembaga legislatif dalam melahirkan undang-undang, anggaran, dan pengawasan. Jadi dalam hal ini, prinsip checks and balances tidak hanya diarahkan dalam hubungan eksekutif (Presiden) dengan legislative, tetapi juga antara sesame lembaga legislative (DPR dan DPD).
Dapat dipahami bila kewenangan DPD RI dibatasi hanya pada bidang-bidang yang berkaitan langsung dengan kepentingan daerah, karena hal ini ssuai dengan maksud dibentuknya DPD RI. Diabaikannya kepentingan daerah selama ini menyebabkan banyak daerah yang sangat tertinggal dan diantaranya secara terang-terangan menuntut pemisahan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh sebab itu, dibentuknya satu lembaga perwakilanyang khusus memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan daerah akan lebih memacu pembangunan daerah yang adil dan merata.

Sehubungan dengan itu, untuk mengefektifkan posisi DPD RI dalam memperjuangkan kepentingan daerah, serta dalam rangka meningkatkan peran DPD RI dalam system ketatanegaraan Republik Indonesia khususnya dalam mengembangkan system checks and balances antar lembaga Negara, maka pada tanggal 8 Juni 2006 DPD RI mengajukan ususl perubahan ketentuan Pasal 22D Undang-Undang dasar 1945. Secara konstitusional perubahan Undang-Undang Dasar 1945 ini dimungkinkan sebagaimana ketentuan Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Ususl perubahan pasal-pasal Undang-Undang Dasar dapat diagendakan dalam siding MPR apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR”.
Materi ususl perubahan Undang-Undang Dasar 1945 didasrakan pada hasil kajian Komisi Konstitusi yang dibentuk oleh MPR RI periode 1999-2004. Selain itu, DPD RI juga mengusulkan untuk meningkatkan perannya dalam bidang pengawasan atas pelaksanaan undang-undang tertentu yang menjadi bidang kewenangan DPD RI.
Selengkapnya rumusan ususl perubahan pasal 22D Undang-Undang Sadar 1945 adalah sebagai berikut:
Usul Perubahan Pasal 22D UUD 1945
1. Ayat (2) diusulkan untuk diubah sehingga berbunyi:
(2) Dewan Perwakilan Daerah dapat menyetujui atau menolak rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah; pengelolalaan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat; serta memberikan pertimbangan kepada Dewan Perwakilan Rakyat atas rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama.

2. Setelah ayat (2) ditambahkan ayat (3) baru, yaitu:
(3) Jika Dewan Perwakilan Daerah menolak rancangan undang-undang yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, rancangan undang-undang itu tidak dapat diajukan lagi pada masa siding Dewan Perwakilan Rakyat berikutnya.

3. Ayat (3) lama menjadi ayat (4) dengan perubahan sehingga berbunyi:
(4) Dewan Perwakilan Daerah dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai: otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolalaan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah.

4. Ayat (4) lama menjadi ayat (5), yang berbunyi:
(5) Anggota Dewan Perwakilan Daerah dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam undang-undang

PROFIL PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

PROPINSI KALIMANTAN TENGAH

Propinsi Kalimantan Tengah dengan ibu kota Palangka Raya mempunyai luas wilayah terluas nomor 3 di Indonesia. Memiliki pantai 750 km di pesisir laut Jawa dengan jenis lahan mulai dari rawa dan bergambut di Selatan, daerah perbukitan di wilayah Tengah dan Utara. Kepadatan penduduk sekitar 13 orang per km2 dan tersebar dalam kelompok-kelompok kecil di seluruh wilayah.

PROFIL DAERAH

Semula daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten Otonom , yaitu eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan. Ketiga Kabupaten Otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin. Ketiganya merupakan daerah yang dibentuk berdasarkan hak-hak darurat yang dilakukan oleh GubernurKalimantan waktu itu, dengan Surat Keputusan Nomor 186/OPB/94/14 tanggal 14 Agustus 1950 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Tingkat Kabupaten dan Kota. Surat Keputusan ini kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang Darurat Nomor 3 tahun 1953 yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 27 Tahun 1959 Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 72 dan mulai berlaku serta disahkan pada tanggal 26 Juni 1959.

Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa Propinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom. Kabupaten Barito dimekarkan menjadi Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Selatan, sedangkan Kabupaten Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawringin Barat dan Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom kota diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota

Propinsi otonom Kalimantan Tengah dibentuk berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun 1957 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1284 yang berlaku mulai tanggal 23 Mei 1957. Undang-Undang ini kemudian disahkan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1958 Lembaran Negara Nomor 62 sekaligus pulan menetapkan ibukota Propinsi Kalimantan Tengah bernama Palangka Raya. Peresmian pemancangan tiang pertama pembangunan kota Palangka Raya dilakukan oleh Presiden RI Pertama Ir. Soekarno pada tanggal 17 Juli 1957.

Sejak tahun 2002 dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2002 telah berlangsung pemekaran wilayah, ditambah 8 (delapan) Kabupaten baru, sehingga menjadi 13 Kabipaten dan 1 Kota yaitu :
1. Kabupaten Murung Raya dengan ibukota Puruk Cahu.
2. Kabupaten Barito Timur dengan ibukota Tamiyang Layang.
3. Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukota Pulang Pisau.
4. Kabupaten Gunung Mas dengan ibukota Kuala Kurun.
5. Kabupaten Katingan dengan ibukota Kasongan.
6. Kabupaten Seruyan dengan ibukota Kuala Pembuang.
7. Kabupaten Sukamara dengan ibukota Sukamara.
8. Kabupaten Lamandau dengan ibukotanya Nanga Bulik

POTENSI UMUM

1. Kehutanan

Propinsi Kalimantan Tengah mencakup wilayah 15.789.359 Ha, yang terdiri dari kawasan budidaya 14.038.279 Ha dan kawasan hutan lindung 1.760.079 Ha. Dari kawasan budidaya seluas 14.038.279 Ha terdiri dari kawasan hutan produksi biasa dan hutan produksi 8.517.000 Ha sedangkan lainnya kawasan pertanian, perkebunan, pertambangan, pemukiman dan lain-lain. HPH di Kalimantan Tengah yang masih aktif berjumlah 85 unit dengan total areal 5.632.516 Ha.

Terdapat pula pusat-pusat pengolahan kayu meliputi Sawn Timber, Plywood, Moulding/Dowel, Veener, Lumber Core dan Black Board. Selain itu hasil hutan ikutan juga cukup menjanjikan potensinya antara lain rotan, getah jelutung, dammar, kulit gemor, buah tengkawang, sirap, arang, gaharu merang, sarang burung perahu, kayu bulat kecil, akar kayu, pasak bumi, ujung atap, rotan manau dan madu serta hasil hutan lainnya.

2. Perkebunan

Pengembangan perkebunan di Kalimantan Tengah dilaksanakan untuk menjangkau seluruh potensi lapisan masyarakat dan menyebar di seluruh wilayah. Untuk usaha perkebunan pemerintah daerah memproyeksikan pencadangan lahan seluas 3.139.500 Ha. Pendekatan pengembangan usaha perkebunan dilakukan dengan beberapa pola, seperti Pola Swadaya, Pola UPP, Pola PIR dan Pola PBSIPBSN.

Beberapa komoditi unggulan di bidang perkebunan adalah adalah : Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Lada, Kopi, Cengkeh, Kakao dan Tebu.

3. Pertambangan

Bahan-bahan galian sangat meyakinkan dan mempunyai prospek yang cukup cerah di masa mendatang. Menurut hasil pemetaan dengan ketelitian semi makro ditemukan berbagai bahan galian vital (seperti gas bumi, batu bara, emas dan intan) hingga bahan galian golongan C berupa zircon, kristal kuarsa, batu gamping, pasir kwarsa, lempung, kaolin, andesit, basal dan granit. Hingga tahun 1999 tercatat 28 buah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) dan 15 buah Kontrak Karya (KK) di bidang pertambangan emas.

4. Perikanan

Potensi perikanan di Kalimantan Tengah meliputi perikanan laut dan perikanan darat. Potensi perikanan laut potensinya pada sepanjang pantai 750 KM, dengan potensi lestari 126.000 ton/tahun. Berdasarkan data produksi tahun 1998 baru dimanfaatkan sebesar 50.897,3 ton berarti baru termanfaatkan sebesar 40,39 per tahun.

Budidaya ikan laut belum dikembangkan. Sedangkan potensi perikanan darat, berupa potensi budi daya air payau/tambak 90.437 Ha. Perairan umum terdiri dari sungai, danau dan rawa luasnya 2.293.633 Ha. Potensi lestari 130.000 ton / tahun baru dimanfaatkan sebesar 27,3%.

5. Peternakan

Pengembangan usaha peternakan dim Kalimantan Tengah ditujukan untuk mewujudkan upaya swasembada pangan, baik karbohidrat maupun protein hewani. Agribisinis subsektor peternakan dikembangkan melalui Pola Inti Rakyat (PIR) dengan memperkuat koperasi melalui pengembangan serta penerapan teknologi maju dalam bernagai usaha budidata peternakan.

Perkembangan populasi ternak, produksi daging, produksi telur dan pemotongan ternak di Kalimantan Tengah umumnya meningkat dari tahun ke tahun.

6. Pertanian

Luas lahan sawah di Kalimantan Tengah 273.206 Ha (1,78%) dan lahan kering 15.083.194 Ha (92,22%). Ditinjau dari penggunaannya masih relatf kecil, yaitu lahan sawah yang 273.206 Ha baru 37,88% (103.498 Ha) dan 62% (169.708 Ha) yang tidak / belum diusahakan. Sedangkan untuk lahan keringnya yang tidak / belum diusahakan masih 1.609.140 Ha atau 10,67%.

Berbagai tanaman palawija meliputi jagung, ubi kayu, ubi jalar, kedelai, kacang tanah dan kacang hijau. Sementara itu tanaman holtikultura meliputi bawang daun, petai, sawi kacang panjang, tomat, cabe, terong, buncis, ketimun, labu siam, kangkung, bayam, dan lain-lain cukup tersedia di pasaran. Sebagian produksi tanaman palawija dan holtikultura merupakan hasil dari unit-unit transmigarsi yang sudah jadi

7. Transmigrasi

Kalimantan Tengah merupakan salah satu daerah penerima tarnsmigasi yang cukup besar di Indonesia. Tujuan pembangunan transmigrasi di daerah ini adalah untuk menunjang pembangunan daerah, khusunya melalui penyediaan sumber daya manusia yang tangguh dan trampil dikaitkan dengan usaha pembukaan atau pengembangan daerah produksi baru, peningkatan kualitas pemukiman transmigrasi yang telah ada, pengembangan pola-pola usaha melalui perencanaan terpadu dengan sektor lain. Realisasi penempatan transmigrasi sejak awal sampai tahun anggaran 1999/2000 sebanyak 95.869 KK atau 378.569 jiwa.
Kegiatan pengembangan transmigrasi meliputi berbagai upaya di bidang pertanian dan perkebunan, seperti pengembangan tanaman sayuran, tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman buah-buahan, perkembangan ternak bantuan pemerintah dan lain-lain.

8. Perhubungan

Perhubungan darat di Kalimantan Tengah semakin berkembang dengan telah terbukanya jalan darat, baik yang dibangun pada Poros Selatan, Tengah dan Utara. Angkutan jalan raya telah mampu menjangkau dan melayani seluruh ibukota Kabupaten/Kota dan beberapa ibukota Kecamatan. Angkutan darat berangsur-angsur mengganti peran angkutan sungai yang seringkali mengalami gangguan disebabkan fluktuasi musim, Pada musim kemarau beberapa sungai tidak dapat dilayari sampai ke hulu terpencil. Untuk mendukung transportasi antar daerah, telah tersedia berbagai jalur alternatif, prasarana jalan terus dikembangkan, selain dua poros jalan utama yang merupakan jalan lintas Kalimantan juga telah dibangun ribuan kilometer jalan penghubung.

Kegiatan angkutan laut yang sibuk di Kalimantan Tengah dilakukan melalui dua buah pelabuhan yaitu Sampit dan Kumai. Kedua kota ini menghubungkan daerah Kalimantan Tengah dengan Pulau Jawa, yaitu Semarang, Surabaya dan Jakarta serta hubungan langsung ke Malaysia secara berkala. Begitu pula dengan penerbangan, telah mampu menjangkau dan menghubungkan ibukota Kabupaten melalui tujuh buah Bandar udara.

9. Pendidikan

Kalimantan Tengah mencatat tingkat kemajuan bidang pendidikan yang cukup tinggi dari tahun ke tahun. Hal ini ditunjukkan dengan tumbuh dan berkembangnya lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga tingkat menengah dan perguruan tinggi, baik yang dikelola oleh Pemerintah maupun swasta. Khusus di kota Palangka Raya terdapat dua buah Perguruan Tinggi Negeri, yaitu Universitas Palangka Raya dan Sekolah Tinggi Agama Islam. Sedangkan Perguruan Tinggi Swasta antara lain Universitas Muhammadiyah, Universitas Kristen, Universitas PGRI Batang Garing, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi, Akademi Akuntansi dan Perbankan, Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Tambun Bungai, Sekolah Tinggi Agama Hindu Keharingan dan Akademi Akuntansi dan Perbankan. Data terakhir dari Biro Statistik Propinsi Kalimantan Tengah tahun 2001 meliputi Perguruan Tinggi Negeri dua buah dan Perguruan Tinggi Swasta 19 buah. Jumlah mahasiswa negeri 6.157 orang dan mahasiswa PTS 6.134 orang. Untuk Sekolah Dasar Negeri berjumlah 2.464 dan SD Swasta 23 buah, jumlah guru SDN 16.153 orang dan SD Swasta 230 orang. SMP Negeri 192 buah, SMP Swasta 91 buah. Jumlah guru pada SMP Negeri 2.914 orang dan guru pada SMP Swasta 964 orang. SLTA Negri sebanyak 46 buah dengan guru sebanyak 1.259 orang dan SLTA Swasta 52 buah.

10.Pariwisata

Lima Paket tour yang dijadikan andalan di Kalimantan Tengah , pertama Isen Mulang Festival-Palangka Raya Tours, yaitu suatu kegiatan tahunan Provinsi Kalimantan Tengah yang penuhn dengan permainan dan olah raga tradisional serta tari-tarian dan keunikan dari masing-maisng kabupaten di Provisnis Kalimnatan Tengah,

Kedua, Dayak – Way of Life Tours, adalah kegiatan sehari-hari hidup bersama suku dayak asli di Kalimantan Tengah, seperti memancing dan lainnya yang menunjukkan ciri hidup tradisional masayarakat setempat.

Ketiga, Kalteng – Adventure Tours, yakni melakukan kegiatan adventure di Kalimanatan Tengah dengan menjelajahi sungai, tracking di hutan daerah perbukitan.

Keempat, Orangutan – and Nature Tours, yakni suatu kegiatan memperkenalkan peserta tour dengan orangutan yang ada di darah Sebangau dan Tanjung Putting. Kelima, Cultural and Longhouse Tours, yakni salah satu wisata tempat tinggal suku Dayak yang ada di Kalimantan Tengah, yang penuh dinamika dan magis rumah tradisional.

PESONA PANTAI KUBU

Kubu merupakan salah satu kecamatan dari Kabupaten Kotawaringin Barat. Ibukota Kotawaringin Barat sendiri adalah Pangkalan Bun. Kubu merupakan daerah di pesisir pantai yang menghadap Laut Jawa.

Pantai Kubu berpasir putih agak kecoklatan, tetapi air lautnya berwarna coklat pengaruh dari hutan-hutan gambut. Pantainya sendiri landai sehingga sangat cocok untuk bermain-main di tepi pantai.

Di pantai Kubu terdapat suatu lokasi yang menjorok ke laut, sehingga jika kita berada di ujung pondok tengah laut untuk merasakan angin laut secara langsung memancing ikan-ikan di laut. Sayangnya pantai Kubu belum begitu terawat, dimana hanya ada beberapa pondok untuk tempat duduk sambil minum kelapa muda. Perlu perawatan yang cukup agar pantai Kubu benar-benar jadi tujuan wisata idola di Kalimantan Tengah.

Di pantai Kubu juga bisa melihat aktifitas nelayan yang sedang mencari ikan terutama di pagi hari menjelang siang.